ST Francis Luck Now – Container Baby Syndrome adalah istilah yang kini makin dikenal luas di kalangan pakar tumbuh kembang anak, terutama di India. Fenomena ini muncul karena meningkatnya penggunaan peralatan bayi modern seperti stroller, car seat, bouncer, hingga baby swing yang dianggap praktis. Meski alat-alat ini sangat membantu para orang tua dalam menjaga bayi mereka, ternyata penggunaan berlebihan justru berdampak negatif terhadap kesehatan dan perkembangan fisik si kecil.
Di India, dokter anak dan ahli fisioterapi mulai mencermati bahwa semakin banyak bayi yang mengalami keterlambatan motorik, gangguan tonus otot, hingga bentuk kepala yang menjadi datar. Hal ini berkaitan langsung dengan terlalu lamanya bayi diletakkan dalam posisi statis di dalam alat bantu duduk tersebut. Beberapa bayi bahkan menunjukkan penurunan kemampuan dalam mengangkat kepala, merangkak, atau berguling. Masalah ini tidak hanya terjadi di kota besar seperti Mumbai atau Delhi, tetapi juga mulai ditemukan di kota-kota tier 2 yang sedang berkembang. Kasus-kasus tersebut telah dicatat oleh klinik fisioterapi anak dan pusat tumbuh kembang.
Di era modern, para orang tua dituntut untuk multitasking. Banyak ibu bekerja, sementara anggota keluarga besar tak selalu tersedia untuk membantu merawat bayi. Dalam kondisi ini, peralatan bayi seperti bouncer dan car seat dianggap solusi. Bayi bisa tetap diam dan aman saat orang tuanya memasak, bekerja, atau mengurus rumah. Namun, menurut para ahli, saat bayi terlalu lama berada dalam “kontainer” tersebut, otot-ototnya tidak mendapat cukup kesempatan untuk berkembang.
Pergerakan bebas pada masa awal kehidupan bayi sangat penting untuk stimulasi saraf motorik. Ketika bayi dibiarkan bebas merangkak, berguling, atau tengkurap, sistem koordinasi tubuhnya akan berkembang secara alami. Namun, saat tubuhnya dibatasi oleh wadah seperti bouncer atau swing, kemampuan motorik itu tertunda. Sebagian besar kasus keterlambatan perkembangan motorik ditemukan pada bayi yang lebih dari 4–6 jam per hari ditempatkan dalam alat bantu duduk. Telah diungkapkan bahwa durasi tersebut jauh melampaui batas wajar.
Gejala dari Container Baby Syndrome dapat terlihat sejak usia bayi menginjak 4 bulan. Bayi yang mengalami sindrom ini biasanya terlihat malas bergerak, belum mampu menopang kepala dengan baik, atau tidak menunjukkan minat untuk mencoba berguling atau meraih mainan. Pada usia 6 bulan, bayi seharusnya sudah mulai duduk dengan bantuan. Namun pada bayi yang terlalu sering diletakkan di alat bantu, keterampilan ini tertunda. Otot punggung dan leher menjadi lemah karena kurangnya tantangan fisik.
Bentuk kepala datar atau plagiocephaly juga merupakan gejala yang sering ditemukan. Karena posisi kepala bayi terus-menerus bersandar pada permukaan keras seperti bouncer atau car seat, bagian belakang kepala dapat menjadi rata. Hal ini sebenarnya bisa dicegah jika waktu tengkurap atau tummy time diberikan secara rutin setiap hari. Kepala bayi memang sangat lunak dan sensitif terhadap tekanan. Oleh karena itu, perubahan posisi secara berkala sangat disarankan.
“Baca juga: Supperapp Rumah Pendidikan: Langkah Strategis Indonesia Integrasikan AI ke Sekolah”
Para dokter anak di India merekomendasikan tummy time sejak dini sebagai solusi utama. Tummy time adalah waktu bermain saat bayi diletakkan tengkurap dalam kondisi terjaga dan diawasi. Aktivitas ini bisa dimulai sejak usia bayi beberapa minggu dengan durasi singkat, kemudian ditingkatkan secara bertahap. Ditekankan bahwa tummy time bisa dilakukan beberapa kali sehari selama 3–5 menit di awal, lalu meningkat menjadi 15–30 menit seiring pertumbuhan bayi.
Selain tummy time, orang tua juga dianjurkan untuk memberikan stimulasi motorik aktif melalui kegiatan sederhana seperti mengajak bayi bermain di atas alas lembut, memberi mainan yang memancing gerakan tangan dan kaki, serta memeluk dan menggendong bayi dengan posisi yang bervariasi. Peralatan seperti floor mat, bola sensorik, dan cermin bayi juga dapat membantu memberikan pengalaman motorik yang kaya. Dengan langkah ini, kekuatan otot dan koordinasi tubuh akan distimulasi secara alami.
Kampanye edukasi telah dimulai oleh beberapa rumah sakit anak dan komunitas parenting di India. Para ibu baru diberi penyuluhan tentang pentingnya posisi tubuh bayi dan pergerakan bebas sejak usia dini. Modul-modul edukasi bahkan telah dimasukkan ke dalam program kelas prenatal dan posnatal. Di antaranya, pelatihan mengenali tanda-tanda keterlambatan perkembangan fisik, serta cara memberikan stimulasi sesuai usia bayi.
Beberapa puskesmas di India bahkan mulai menyertakan konsultasi tumbuh kembang dalam layanan imunisasi rutin. Hal ini dilakukan agar kasus Container Baby Syndrome dapat dicegah sejak awal. Telah dibentuk juga panduan pemakaian alat bantu bayi yang aman, termasuk durasi maksimal penggunaannya.
“Simak juga: Trump Mobile T1: Smartphone Buatan Amerika yang Siap Guncang Pasar”
Ironisnya, semakin canggih alat bantu bayi, semakin besar pula risiko terjadinya Container Baby Syndrome jika tidak disertai dengan pemahaman penggunaannya. Banyak produk bayi modern dipromosikan dengan slogan “aman dan praktis”, padahal seharusnya orang tua tetap membatasi durasi penggunaannya. Peralatan memang dibuat dengan fitur ergonomis, tetapi tidak menggantikan pentingnya aktivitas fisik alami bayi.
Produk-produk seperti smart rocker, bouncer elektrik, dan kursi getar otomatis sebaiknya digunakan sesekali dan bukan sebagai tempat utama bayi berada. Teknologi seharusnya menjadi pelengkap, bukan pengganti interaksi langsung antara orang tua dan anak. Telah ditekankan bahwa tidak ada teknologi yang bisa menyaingi efek positif dari pelukan, tatapan, dan suara lembut ibu saat bermain dengan bayinya.