
St Francis Luck Now menghadirkan ulasan tentang VR dan AR di kelas yang mengubah cara guru mengajar dan siswa belajar melalui praktikum virtual dan study tour 3D interaktif.
Pemanfaatan VR dan AR di kelas tumbuh pesat karena kebutuhan pengalaman belajar yang lebih imersif dan aman. Teknologi ini menjembatani keterbatasan ruang, waktu, dan fasilitas di sekolah.
Selain itu, VR dan AR di kelas membantu guru menjelaskan konsep abstrak dengan visual 3D yang mudah dipahami. Siswa tidak hanya membaca, tetapi dapat mengeksplorasi objek dan skenario belajar secara langsung.
VR dan AR di kelas juga meningkatkan motivasi belajar karena terasa seperti bermain gim edukatif. Meski begitu, pengelolaan yang tepat tetap diperlukan agar penggunaan teknologi tetap fokus pada tujuan pembelajaran.
Praktikum sains sering terhambat keterbatasan laboratorium, bahan, dan keamanan. Di sini, pemanfaatan VR dan AR di kelas menawarkan solusi praktis tanpa mengorbankan pengalaman eksperimen.
Dengan perangkat headset VR, siswa dapat melakukan praktikum kimia atau fisika berisiko tinggi dalam lingkungan simulasi. Mereka bisa mencampur bahan, mengamati reaksi, dan mengulang percobaan tanpa khawatir kecelakaan.
Akibatnya, guru berani merancang eksperimen lebih kompleks yang sulit dilakukan di laboratorium nyata. Sementara itu, sekolah bisa menghemat biaya bahan habis pakai karena sebagian eksperimen dialihkan ke praktikum virtual.
Praktikum virtual juga mendukung pembelajaran diferensiasi. Siswa yang lambat memahami dapat mengulang langkah-langkah secara mandiri, sementara siswa cepat dapat mencoba skenario lanjutan.
Study tour biasanya terkendala biaya, jarak, dan izin orang tua. Dengan VR dan AR di kelas, guru dapat membawa siswa “berkunjung” ke berbagai tempat tanpa meninggalkan kampus.
Melalui tur 3D, siswa bisa menjelajahi museum sejarah, situs arkeologi, atau pusat sains internasional. Mereka melihat detail benda pameran, membaca keterangan interaktif, dan mendengar narasi audio terarah.
Di sisi lain, AR memungkinkan guru menampilkan replika objek sejarah atau benda langka langsung di ruang kelas. Siswa cukup mengarahkan tablet ke penanda, lalu objek 3D muncul di atas meja.
Read More: How virtual reality is transforming education and training globally
Dengan cara ini, study tour digital menjadi lebih fleksibel. Guru bisa menyesuaikan rute, menghentikan tur untuk diskusi, lalu melanjutkan kembali sesuai ritme kelas.
Penerapan VR dan AR di kelas dapat disesuaikan dengan karakter tiap mata pelajaran. Kreativitas guru memegang peranan penting untuk merancang skenario belajar.
Pada pelajaran IPA, VR dapat menampilkan perjalanan ke dalam tubuh manusia, menunjukkan aliran darah, organ, dan proses pencernaan. AR bisa memunculkan model 3D jantung atau paru-paru yang dapat diputar dan diperbesar.
Untuk geografi, VR membawa siswa menyusuri gunung berapi, garis pantai, atau lembah sungai dalam tampilan 360 derajat. Sementara itu, AR menghadirkan peta topografi interaktif di meja kelas.
Pada sejarah, siswa bisa “berjalan” di kota kuno, melihat bangunan bersejarah dalam bentuk utuh, bukan sekadar foto. AR menampilkan artefak yang bisa dirotasi, sehingga detail relief dan ukiran lebih jelas.
Bahasa asing pun diuntungkan. VR membuat simulasi percakapan di pasar, bandara, atau restoran luar negeri. Di sisi lain, AR menghadirkan kartu kosakata 3D dengan suara pelafalan otomatis.
Dari sisi pedagogis, VR dan AR di kelas meningkatkan keterlibatan kognitif, afektif, dan psikomotor. Siswa tidak lagi pasif mendengar, tetapi aktif mengeksplorasi.
Pengalaman imersif membantu memori jangka panjang karena informasi dikaitkan dengan visual dan konteks yang kuat. Karena itu, retensi konsep biasanya lebih baik dibanding sekadar membaca teks.
Selain itu, VR dan AR di kelas mendorong pembelajaran berbasis inkuiri. Siswa mengajukan pertanyaan, mencoba, lalu mengamati hasil secara langsung dalam lingkungan aman.
Kolaborasi juga meningkat. Banyak aplikasi memungkinkan siswa bekerja dalam ruang virtual yang sama, berdiskusi, dan memecahkan masalah bersama.
Walau potensinya besar, implementasi VR dan AR di kelas menghadapi beberapa tantangan. Biaya perangkat menjadi faktor utama, terutama untuk sekolah dengan anggaran terbatas.
Selain itu, kesiapan guru juga berpengaruh. Guru perlu pelatihan untuk mengintegrasikan VR dan AR di kelas secara bermakna, bukan sekadar efek visual tanpa tujuan belajar jelas.
Infrastruktur jaringan dan listrik yang stabil diperlukan agar pengalaman belajar tidak terganggu. Meski begitu, solusi berbasis perangkat mobile dan konten offline mulai banyak dikembangkan.
Akibatnya, sekolah perlu menyusun roadmap teknologi pendidikan yang realistis. Fokusnya bukan sekadar membeli perangkat, tetapi juga pemeliharaan, pelatihan, dan desain pembelajaran.
Agar pemanfaatan VR dan AR di kelas efektif, guru harus memulai dari tujuan belajar yang spesifik. Teknologi dipilih sebagai alat, bukan tujuan utama.
Guru dapat merancang skenario singkat namun padat, misalnya sesi VR 10–15 menit diikuti diskusi refleksi. Setelah itu, siswa diminta menulis laporan atau membuat presentasi.
Sementara itu, penilaian juga perlu menyesuaikan. Guru bisa menilai kemampuan analisis, pemecahan masalah, dan kolaborasi yang muncul selama aktivitas VR dan AR di kelas.
Pengaturan jadwal penggunaan perangkat penting agar semua siswa mendapat giliran. Penggunaan berkelompok kecil seringkali lebih efektif daripada individu.
Ke depan, biaya perangkat diperkirakan makin terjangkau sehingga VR dan AR di kelas lebih mudah diakses. Konten lokal juga akan bertambah, menyesuaikan kurikulum dan konteks budaya setempat.
Kolaborasi antara sekolah, pengembang, dan perguruan tinggi akan memperkaya materi interaktif. Karena itu, guru berpeluang terlibat dalam co-creation konten yang relevan dengan kebutuhan siswa.
Pada akhirnya, pemanfaatan VR dan AR di kelas akan paling bermanfaat bila selalu berpijak pada pedagogi yang kuat. Teknologi imersif hanyalah sarana untuk membuat belajar lebih bermakna, inklusif, dan menyenangkan bagi semua siswa.
Dengan pendekatan tersebut, VR dan AR di kelas berpotensi menjadi pendorong utama transformasi pembelajaran, dari praktikum virtual hingga study tour 3D tanpa batas ruang dan waktu.