ST Francis Luck Now – Parenting Ala Jepang menekankan pentingnya menumbuhkan kemandirian pada anak sejak usia sangat muda. Di Jepang, anak-anak diajarkan untuk mandiri dan bertanggung jawab dengan cara yang unik dan konsisten. Contohnya, banyak anak sekolah dasar berjalan sendiri ke sekolah tanpa didampingi orang tua. Kebiasaan ini telah lama dilakukan dan dipercaya bisa melatih keberanian sekaligus rasa tanggung jawab. Mereka belajar menghadapi tantangan sehari-hari secara langsung. Orang tua di Jepang cenderung menghindari overproteksi yang berlebihan. Mereka percaya bahwa anak harus mengalami sendiri kegagalan kecil untuk belajar dan tumbuh. Pendekatan ini bertujuan agar anak tidak menjadi terlalu bergantung pada orang tua dan mampu mengatasi masalah secara mandiri. Kesalahan kecil dianggap sebagai bagian penting dari proses belajar yang sehat.
Selain menumbuhkan kemandirian, keluarga Jepang sangat menjaga rutinitas yang konsisten dalam kehidupan sehari-hari anak-anak mereka. Jadwal tidur, makan, belajar, dan bermain diatur secara teratur dan disiplin agar anak merasa aman dan nyaman menjalani aktivitas harian. Konsistensi ini tidak hanya membantu anak memahami batasan dan tanggung jawab dengan lebih mudah, tetapi juga memberikan rasa stabilitas yang penting untuk perkembangan emosional mereka. Dengan rutinitas yang jelas, anak-anak tahu apa yang diharapkan setiap harinya sehingga mereka bisa mengatur waktu dan energi dengan baik. Pendekatan ini juga memperkuat kedisiplinan sekaligus membangun rasa percaya diri anak saat menjalani berbagai kegiatan. Rutinitas yang terstruktur mendorong pembentukan kebiasaan positif yang bertahan lama dan mendukung pertumbuhan karakter anak menjadi pribadi yang teratur dan bertanggung jawab.
“Baca juga: Byju’s Gagal Ekspansi: Alarm Keras bagi Startup EdTech Dunia”
Parenting ala Jepang tidak hanya fokus pada aspek fisik dan akademik, tetapi juga pada pengembangan kecerdasan emosional anak. Anak-anak diajarkan untuk mengenali dan mengelola perasaan mereka sendiri dan menghargai perasaan orang lain. Pendidikan emosional ini disampaikan melalui cerita, permainan, serta interaksi sehari-hari dalam keluarga dan sekolah.
Di Jepang, anak-anak juga dilatih untuk bekerjasama dan memahami etika sosial sejak usia dini. Mereka diajarkan untuk membantu membersihkan ruang kelas, berbagi mainan, dan menghargai teman-temannya tanpa harus diperintah. Hal ini membangun rasa tanggung jawab sosial dan kemandirian dalam komunitas. Filosofi “ikigai”, yang berarti alasan untuk hidup, mulai diintegrasikan dalam pengasuhan anak. Anak-anak didorong untuk menemukan minat dan passion mereka sendiri. Dengan demikian, mereka bisa tumbuh dengan rasa bahagia dan memiliki tujuan hidup yang jelas.
“Simak juga: Kopi Kenangan: Dari Satu Gerai ke Ratusan Cabang, Cerita Edward & James”
Teknologi modern mulai digunakan sebagai alat bantu dalam parenting ala Jepang tanpa menggantikan peran orang tua. Aplikasi pengingat jadwal, game edukasi yang mengajarkan nilai sosial, dan forum komunitas membantu orang tua dalam mengelola waktu dan mengasuh anak dengan metode Jepang. Namun, kedekatan emosional tetap menjadi inti utama dalam pola asuh ini. Orang tua tetap menjadi pendamping utama dalam perkembangan anak, menggunakan teknologi sebagai alat bantu yang memperkuat komunikasi dan pembelajaran anak, bukan sebagai pengganti kehadiran dan bimbingan langsung.