ST Francis Luck Now – Sistem Pendidikan Arab kini mengalami transformasi besar dengan penerapan teknologi canggih di berbagai jenjang pendidikan. Negara-negara seperti Uni Emirat Arab dan Arab Saudi sedang berlomba menjadi pusat inovasi pendidikan berbasis teknologi. Di UAE, kurikulum kecerdasan buatan mulai diperkenalkan sejak usia dini di sekolah negeri. Ini mencerminkan keseriusan mereka dalam mempersiapkan generasi digital sejak kecil. Sementara itu, Arab Saudi mendorong penggunaan platform digital seperti Madrasati dan Jusur yang memungkinkan pembelajaran jarak jauh. Bahkan, universitas seperti Saudi Electronic University menerapkan sistem blended learning secara luas. Inisiatif ini memperlihatkan bahwa pendekatan pembelajaran klasik mulai ditinggalkan. Meskipun pendidikan agama masih ada, fokus utama telah diarahkan pada penguasaan teknologi dan kurikulum modern. Pembelajaran berbasis AI dan integrasi kurikulum STEM menjadi prioritas utama.
Sistem Pendidikan Arab memang telah dilengkapi dengan infrastruktur teknologi dan kebijakan pendidikan yang mendukung. Namun, studi terbaru menunjukkan bahwa adopsi teknologi oleh tenaga pendidik masih sangat rendah. Hanya sekitar sebelas persen dosen pendidikan tinggi di negara Arab yang secara aktif mengintegrasikan teknologi dalam proses mengajar. Rendahnya tingkat pemanfaatan ini disebabkan oleh minimnya pelatihan teknologi bagi dosen. Selain itu, keterbatasan sarana dan budaya institusi yang cenderung mempertahankan metode tradisional menjadi penghambat utama. Perubahan gaya belajar diharapkan dapat terjadi bila dukungan kebijakan disertai dengan pelatihan yang konsisten. Sistem Pendidikan Arab secara umum memang mulai melirik EdTech, namun keberhasilannya tergantung pada kesiapan para pengajarnya. Tanpa partisipasi aktif para dosen, transformasi digital pendidikan akan berjalan lambat dan tidak merata.
“Baca juga: Parenting Lembut Tren Baru, Tapi Apa Dampaknya untuk Anak Jangka Panjang?”
Perkembangan teknologi pendidikan di dunia Arab semakin menunjukkan inklusivitas, terutama melalui hadirnya platform MOOC berbahasa Arab seperti Edraak. Inisiatif ini lahir dari Queen Rania Foundation di Yordania yang ingin memperluas akses pendidikan digital di kawasan Timur Tengah. Edraak menyediakan berbagai kursus online gratis dengan topik-topik praktis seperti kewirausahaan, teknologi informasi, dan kesehatan mental. Platform ini juga menjalin kerja sama dengan ekosistem global seperti edX, menjadikannya sebagai penghubung antara dunia Arab dan universitas ternama seperti MIT dan Stanford. Melalui pendekatan ini, siswa dari berbagai latar belakang dapat mengakses materi berkualitas tinggi tanpa hambatan geografis. Upaya ini menjadi langkah konkret untuk mengurangi kesenjangan pendidikan. Dengan strategi seperti ini, dunia pendidikan Arab perlahan menjauh dari model tradisional dan mulai mengikuti tren global dalam pemanfaatan teknologi pendidikan yang inklusif.
Transformasi digital di sekolah-sekolah Arab tidak lepas dari dorongan akibat pandemi global. Sejak 2021, negara-negara MENA seperti Arab Saudi mengalami lonjakan dalam pemanfaatan metode pembelajaran daring. Nilai pasar e-learning di Arab Saudi saja telah mencapai lebih dari satu miliar dolar dan diperkirakan akan meningkat drastis dalam beberapa tahun ke depan. Sekolah mulai mengadopsi teknologi seperti kecerdasan buatan, realitas virtual, dan augmented reality untuk meningkatkan interaksi belajar. Tutorial interaktif berbasis video juga mulai digunakan secara luas. Model pembelajaran seperti KITMEK yang berbasis metaverse kini ditawarkan untuk anak-anak usia taman kanak-kanak hingga sekolah dasar. Teknologi ini memungkinkan pengalaman belajar yang lebih menarik dan adaptif terhadap kebutuhan masing-masing murid. Perubahan ini menunjukkan bahwa dunia Arab siap menghadapi masa depan pendidikan digital.
Pertanyaan yang sering muncul adalah apakah sistem pendidikan Arab saat ini masih memiliki kemiripan dengan pesantren di Indonesia. Pesantren dikenal sebagai lembaga yang fokus pada pendidikan agama Islam klasik, dengan kurikulum tahfiz dan dakwah sebagai inti pembelajaran. Sementara itu, sistem pendidikan Arab telah bergeser ke arah yang lebih modern. Meskipun pendidikan agama masih diberikan di madrasah, orientasi utama kini tertuju pada literasi digital dan pengembangan keterampilan STEM. Teknologi menjadi bagian penting dalam proses belajar, berbeda dengan pesantren yang lebih bersifat tradisional dan berbasis tatap muka intensif. Secara struktur dan tujuan, keduanya sudah sangat berbeda. Sistem pendidikan Arab saat ini tidak lagi menyerupai pola pembelajaran pesantren, melainkan mengarah ke sistem global yang mengutamakan inovasi, keterampilan abad ke-21, dan kesiapan menghadapi era digital.