ST Francis Luck Now – Guru yang peduli seperti orang tua bukan sekadar pengajar di ruang kelas. Mereka hadir sebagai sosok yang mendengarkan, memahami, serta membimbing siswa tidak hanya dalam pelajaran tetapi juga kehidupan. Di era modern saat ini, pendekatan seperti ini mulai dianggap langka karena berbagai tantangan zaman. Banyak guru terbebani oleh administrasi dan kurikulum, hingga lupa menyentuh hati murid. Namun, masih ada guru-guru yang menjaga nilai kasih dan perhatian layaknya orang tua. Mereka tidak hanya menyampaikan materi, tetapi juga memberi teladan, pelukan hangat, atau nasihat penuh makna. Seringkali, siswa yang mendapat sentuhan semacam ini tumbuh dengan rasa percaya diri yang lebih kuat. Sayangnya, sosok guru seperti ini jarang disorot. Padahal, peran mereka dalam membentuk karakter generasi muda sangatlah penting dan patut dihargai oleh masyarakat luas.
Dalam keseharian di sekolah, masih ada sosok guru yang peduli seperti orang tua. Mereka tahu kapan seorang siswa sedang murung atau terlihat tidak fokus. Tanpa menghakimi, mereka akan duduk di samping dan bertanya pelan tentang kabar anak didiknya. Sikap seperti ini membuat siswa merasa dimengerti dan dihargai, terutama bagi mereka yang mungkin tidak mendapatkan perhatian cukup di rumah. Guru seperti ini tidak ragu mengorbankan waktu istirahat demi mendengarkan cerita murid. Ada pula yang membawa makanan tambahan hanya untuk memastikan anak yang tidak sarapan tetap bisa belajar. Guru yang peduli seperti orang tua tidak menuntut imbalan, mereka merasa puas saat muridnya berkembang. Mereka tahu bahwa setiap perhatian kecil bisa berdampak besar pada masa depan siswa. Nilai-nilai itulah yang membuat keberadaan mereka begitu berharga, meskipun tidak selalu mendapatkan sorotan.
“Baca juga: Dari Taman Kanak-Kanak ke Teknologi Tinggi? AI dan Coding Kini Jadi Pelajaran Pokok!”
Menjadi guru yang peduli seperti orang tua tentu tidak mudah di zaman sekarang. Teknologi mengubah cara guru dan siswa berinteraksi. Banyak anak yang lebih nyaman berbicara lewat pesan instan daripada tatap muka. Guru pun harus pintar menyesuaikan diri tanpa kehilangan kehangatan dalam membimbing. Di tengah tekanan ujian, target nilai, dan kurikulum padat, sulit bagi guru untuk meluangkan waktu ekstra. Namun, guru yang tetap bisa menjadi tempat pulang bagi siswanya patut diacungi jempol. Mereka mengandalkan empati dan kepekaan untuk tetap menjalin koneksi manusiawi. Beberapa kisah guru yang memberi semangat saat siswa ingin menyerah, bahkan menyambangi rumah untuk memastikan keadaan muridnya, adalah bukti bahwa kepedulian sejati belum punah. Sikap tulus ini masih bisa ditemukan meski sering tertutup oleh kabar-kabar negatif tentang dunia pendidikan.
Guru yang peduli seperti orang tua tidak hanya diingat saat siswa masih sekolah, tetapi akan dibawa sepanjang hidup. Banyak tokoh sukses yang mengenang satu guru yang percaya pada mereka saat semua orang ragu. Kata-kata penyemangat atau pelukan hangat dari guru itu menjadi titik balik yang menyelamatkan. Pengaruh tersebut tidak tergantikan oleh teknologi ataupun buku pelajaran. Ketulusan seorang guru bisa menumbuhkan karakter, mengubah arah hidup, dan bahkan menyembuhkan luka batin. Tidak sedikit siswa yang mengalami perundungan akhirnya bangkit karena didukung oleh guru yang memahami. Karena itulah, kehadiran guru seperti ini menjadi sangat penting. Mereka tidak hanya mencerdaskan tetapi juga membesarkan jiwa. Meskipun tidak viral atau tampil di berita, dampaknya nyata dan terasa di hati banyak orang yang pernah merasakannya.
“Simak juga: Dulu Laku, Sekarang Sepi! Jangan Pilih Karier Ini Kalau Mau Aman di Masa Depan”
Perubahan besar dalam dunia pendidikan seringkali dimulai dari hal sederhana. Guru yang peduli seperti orang tua menginspirasi tidak hanya murid tetapi juga rekan sesama pendidik. Melalui tindakan nyata, mereka menyebarkan energi positif di lingkungan sekolah. Siswa yang tumbuh di bawah bimbingan hangat akan memiliki rasa empati yang tinggi. Keteladanan ini pelan-pelan mengubah budaya belajar menjadi lebih manusiawi. Meskipun tantangannya besar, semangat untuk mendidik dengan hati harus tetap dijaga. Sekolah seharusnya tidak hanya menjadi tempat belajar angka dan huruf tetapi juga tempat tumbuhnya nilai kemanusiaan. Guru-guru seperti ini patut dijaga, dihargai, dan diberi ruang untuk berkembang. Karena pada akhirnya, pendidikan sejati bukan hanya tentang nilai akademik, tetapi tentang siapa kita sebagai manusia.