ST Francis Luck Now – Anak tantrum sering kali menjadi ujian kesabaran bagi orang tua. Tangisan keras dan perilaku tak terkendali bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Namun yang terpenting adalah bagaimana orang tua meresponsnya. Peran orang tua dalam menjaga ketenangan sangat krusial karena suasana hati anak bisa sangat dipengaruhi oleh reaksi orang dewasa di sekitarnya. Terkadang respons panik atau marah justru memperparah keadaan. Jika orang tua mampu menunjukkan kontrol diri maka anak akan merasa lebih aman. Dalam banyak kasus tantrum adalah ekspresi dari frustrasi yang belum mampu diungkapkan dengan kata-kata. Maka pemahaman dan empati sangat dibutuhkan. Anak tantrum bukan pertanda buruknya pengasuhan melainkan bagian dari tumbuh kembang emosional yang harus dibimbing dengan sabar.
Menghadapi Anak Tantrum menjadi lebih mudah ketika penyebabnya dipahami terlebih dahulu. Tantrum umumnya muncul karena anak belum memiliki kemampuan bahasa yang memadai untuk menyampaikan keinginannya. Hal ini menyebabkan frustrasi yang akhirnya meledak dalam bentuk tangisan atau teriakan. Selain itu rasa lapar kelelahan dan perubahan rutinitas juga bisa menjadi pemicu utama. Anak usia balita sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan atau kebiasaan. Oleh karena itu sangat penting bagi orang tua untuk lebih peka dalam mengenali tanda-tanda awal. Pendekatan preventif seperti menjaga rutinitas memberi pilihan sederhana atau sekadar mengajak bicara dapat menjadi langkah awal mencegah tantrum. Dengan mengenali pola kemunculannya orang tua bisa lebih siap dalam menghadapinya dengan kepala dingin.
“Baca juga: Membentak Anak Demi Disiplin? Ternyata Bisa Hancurkan Masa Depannya!”
Langkah pertama menghadapi tantrum adalah tetap tenang. Panik atau membalas dengan emosi hanya akan memperburuk suasana. Anak yang sedang tantrum perlu merasa bahwa orang tuanya tetap menjadi sosok yang stabil dan dapat diandalkan. Memberikan ruang sejenak kepada anak bisa membantu mereka menenangkan diri. Jangan memaksa anak untuk berhenti menangis tetapi tunggu hingga emosinya reda. Setelah itu ajak bicara dengan lembut dan sederhana. Jelaskan bahwa perasaannya dimengerti namun harus diungkapkan dengan cara yang lebih baik. Memberikan pelukan atau sentuhan ringan juga bisa menenangkan anak. Konsistensi dalam menangani tantrum akan membuat anak belajar bahwa emosinya boleh diekspresikan namun tetap dalam batas yang wajar. Ini adalah pelajaran penting dalam mengatur emosi sejak dini.
Komunikasi positif menjadi kunci utama dalam menghadapi berbagai situasi emosional termasuk saat anak tantrum. Anak yang terbiasa diajak bicara dengan penuh kasih sayang akan lebih mudah terbuka dan merasa dihargai. Pilih kata-kata sederhana yang mudah dipahami dan hindari nada tinggi. Saat anak tenang gunakan momen tersebut untuk mengenalkan nama emosi seperti sedih marah atau kecewa. Dengan begitu anak belajar mengenali dan menyebutkan perasaannya alih-alih meluapkannya secara meledak-ledak. Orang tua juga bisa menggunakan permainan peran untuk mengajarkan reaksi yang sehat saat sedang kecewa. Semua proses ini membutuhkan waktu dan kesabaran. Namun hasil jangka panjangnya akan membentuk anak yang lebih percaya diri dan mampu mengelola emosinya dengan baik sejak dini.
Rutinitas harian yang stabil membantu anak merasa aman dan mengurangi kemungkinan tantrum. Ketika anak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya rasa kontrol dalam dirinya meningkat. Misalnya jadwal makan tidur dan bermain yang teratur akan membantu tubuh dan emosinya menjadi lebih seimbang. Selain rutinitas penting juga untuk menanamkan batasan yang jelas namun lembut. Anak perlu memahami bahwa ada aturan yang harus dihormati dalam keluarga. Batasan ini bukan untuk mengekang tetapi justru untuk melindungi. Konsistensi sangat penting dalam hal ini. Jika satu aturan ditegakkan hari ini dan diabaikan besok anak akan merasa bingung. Maka dari itu pastikan semua pengasuh memiliki pemahaman yang sama agar anak mendapatkan arahan yang seragam. Dalam jangka panjang hal ini membentuk karakter anak menjadi lebih stabil.