ST Francis Luck Now – Passenger Parenting menjadi istilah yang ramai dibicarakan setelah sebuah video viral memperlihatkan seorang ayah berjalan santai sementara istrinya menggendong bayi dan menenteng barang belanjaan tanpa bantuan. Fenomena ini mencerminkan situasi di mana salah satu orang tua mengambil peran pasif dalam pengasuhan, terutama di fase-fase awal perkembangan anak. Dalam banyak kasus, ayah berada dalam posisi penonton bukan karena malas tetapi karena merasa tidak tahu bagaimana harus bertindak. Rasa tidak percaya diri dan ketakutan akan melakukan kesalahan membuat keterlibatan mereka jadi minim. Para ahli menyebut bahwa kondisi ini berbeda dari sikap pura-pura tidak bisa atau weaponized incompetence karena umumnya dilandasi kebingungan dan pola asuh masa kecil. Situasi seperti ini dapat berdampak pada ketimpangan beban emosional dan fisik yang akhirnya hanya ditanggung oleh satu pihak dalam hubungan keluarga.
Passenger Parenting tidak muncul secara tiba-tiba tetapi dibentuk oleh banyak faktor sosial dan budaya yang telah berlangsung lama. Dalam masyarakat patriarkal, peran ayah sering dikaitkan dengan pencari nafkah, sementara ibu dianggap sebagai pengasuh utama anak. Akibatnya banyak pria tumbuh dewasa tanpa dibekali keterampilan dasar dalam pengasuhan. Ketika mereka menjadi ayah, mereka cenderung merasa asing dalam menghadapi kebutuhan bayi dan balita. Passenger Parenting biasanya terlihat dari minimnya partisipasi dalam kegiatan seperti mengganti popok, menenangkan anak saat menangis, atau terlibat dalam rutinitas tidur. Tanggung jawab-tanggung jawab itu seolah menjadi beban eksklusif sang ibu. Dalam jangka panjang, pola ini bisa menciptakan ketegangan dalam hubungan pasangan serta memperkuat stereotip bahwa pengasuhan adalah urusan perempuan saja.
“Baca juga: Kunci di Usia Dini: Transformasi Anak Autisme Lewat Dukungan Awal”
Ketika peran pengasuhan hanya dijalankan satu pihak, biasanya sang ibu, maka risiko kelelahan emosional dan fisik meningkat drastis. Beban mental yang dikenal dengan istilah mental load sering kali tidak terlihat namun sangat membebani. Ibu tidak hanya mengerjakan tugas-tugas fisik seperti menyusui atau menyiapkan makanan anak, tetapi juga harus terus-menerus memikirkan kebutuhan, jadwal, dan perkembangan si kecil. Jika ayah bersikap pasif dan tidak mengambil inisiatif dalam pengasuhan, maka keseimbangan dalam rumah tangga menjadi timpang. Banyak ibu akhirnya merasa tidak didukung, kewalahan, bahkan mengalami burnout. Dalam beberapa kasus, kondisi ini bisa memicu konflik dalam hubungan karena ketimpangan beban tidak dianggap sebagai persoalan oleh pasangan. Oleh karena itu pembagian tanggung jawab secara adil menjadi penting demi kesehatan mental semua anggota keluarga.
Perubahan dalam pola pengasuhan tidak bisa terjadi tanpa kesadaran bersama antara pasangan. Langkah awal yang dapat dilakukan adalah membangun komunikasi terbuka tentang peran dan ekspektasi masing-masing dalam merawat anak. Ayah perlu diberi ruang untuk belajar dan beradaptasi tanpa takut dihakimi. Tidak semua orang langsung merasa nyaman menggendong bayi atau menyuapi balita, tetapi keterampilan itu bisa diasah melalui pengalaman. Penting juga untuk menghindari kritik yang menjatuhkan ketika pasangan mencoba membantu, karena hal tersebut dapat membuat mereka kembali menarik diri. Saling memberikan dukungan dan apresiasi adalah kunci. Dengan pendekatan ini, ayah bisa berubah dari penonton menjadi mitra aktif dalam pengasuhan. Anak pun akan tumbuh dalam lingkungan yang mencerminkan nilai kerja sama dan kesetaraan antara kedua orang tuanya.
“Simak juga: Bukan Sekadar Tren: Mengapa Prompt Engineering Jadi Skill Wajib di Era AI”
Ayah yang terlibat aktif dalam pengasuhan memberikan dampak besar terhadap perkembangan sosial dan emosional anak. Studi menunjukkan bahwa kehadiran ayah dalam aktivitas sehari-hari seperti membaca buku, menemani tidur, atau bermain bersama dapat meningkatkan rasa aman dan kedekatan emosional anak. Tidak hanya itu, partisipasi ayah juga memperkuat ikatan keluarga secara keseluruhan. Anak yang tumbuh dengan melihat kedua orang tua berbagi tugas pengasuhan cenderung memiliki pandangan yang lebih adil tentang hubungan gender. Mereka juga belajar bahwa perhatian dan kasih sayang bukan hanya tugas ibu. Dengan menggeser peran dari penumpang menjadi rekan setara, ayah tidak hanya mendukung istri tetapi juga membentuk generasi yang lebih empatik dan kooperatif. Masyarakat pun akan diuntungkan oleh pola asuh yang menciptakan keseimbangan peran dalam keluarga.