ST Francis Luck Now – Rizky Kabah, seorang konten kreator asal Kalimantan Barat, kini menjadi sorotan publik setelah resmi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelanggaran UU ITE. Penetapan ini dilakukan setelah polisi menggelar gelar perkara dan menemukan bukti kuat atas konten bernuansa SARA yang ia unggah. Rizky dijemput langsung oleh Tim Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Kalbar di sebuah rumah kost di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Penangkapan tersebut berlangsung pada Rabu malam sekitar pukul 19.15 WIB. Dalam penjemputan itu, tim penyidik turut mengamankan barang bukti penting berupa dua unit ponsel, satu akun TikTok, tangkapan layar konten, dan satu flashdisk. Kasus ini memicu perdebatan hangat di media sosial tentang batas kebebasan berekspresi dan tanggung jawab digital, apalagi menyangkut isu sensitif yang berkaitan dengan keberagaman di Indonesia.
Penanganan hukum terhadap Rizky Kabah memasuki babak baru setelah ia dijerat dengan Pasal 45A Ayat (2) jo Pasal 28 Ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2024. Pasal ini berkaitan dengan penyebaran informasi yang mengandung unsur kebencian berdasarkan SARA. Rizky Kabah dituduh membuat dan menyebarkan konten yang dianggap menyinggung etnis tertentu di Kalimantan Barat. Meskipun ia belum memberikan klarifikasi publik, aparat penegak hukum menegaskan bahwa proses pemeriksaan dilakukan secara profesional. Penyidik memastikan bahwa semua prosedur telah dijalankan sesuai ketentuan hukum. Kasus ini kembali membuka diskusi tentang batasan ekspresi di platform digital dan bagaimana media sosial bisa berdampak besar jika digunakan secara tidak bijak. Ketentuan dalam UU ITE kini menjadi peringatan keras bagi kreator konten yang mengangkat isu sensitif.
“Baca juga: Gawat! Pemerintah Amerika Shutdown, Bandara-Bandara Utama Terancam Lumpuh”
Dalam proses penyelidikan, pihak berwajib telah menyita sejumlah barang bukti penting yang menguatkan status tersangka Rizky Kabah. Selain dua unit ponsel, penyidik juga mengambil alih akun TikTok yang digunakan Rizky untuk mengunggah konten tersebut. Tiga tangkapan layar video dan satu flashdisk berisi salinan konten juga diamankan. Dari barang bukti ini, polisi mendalami narasi dan penyajian konten yang diduga memuat ujaran kebencian terhadap kelompok etnis tertentu. Meskipun kontennya telah dihapus dari TikTok, jejak digital tetap bisa ditelusuri. Sorotan publik mengarah pada pentingnya etika dalam pembuatan konten, terutama yang mengandung opini atau kritik tajam. Apalagi platform seperti TikTok mudah diakses oleh berbagai kalangan, termasuk anak-anak dan remaja, yang rentan terpengaruh narasi provokatif.
Kabid Humas Polda Kalbar Kombes Pol Bayu Suseno menyatakan bahwa proses hukum terhadap Rizky Kabah berjalan secara profesional dan transparan. Ia menegaskan bahwa penegakan hukum bukan untuk membungkam pendapat, tetapi untuk memberikan edukasi serta perlindungan bagi masyarakat. Menurutnya, kebebasan berekspresi di media sosial harus diiringi rasa tanggung jawab dan kesadaran hukum. Penindakan terhadap pelanggaran konten digital diharapkan menjadi pembelajaran bagi kreator lain agar lebih bijak dalam menyampaikan opini. Polisi juga mengajak masyarakat untuk tidak menyalahgunakan media sosial sebagai alat untuk menyebarkan konten yang bisa memecah belah bangsa. Dalam kasus Rizky, proses hukum disebut telah dikawal oleh mekanisme internal serta prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Kasus yang menjerat Rizky Kabah segera menjadi perbincangan hangat di dunia maya. Banyak netizen menyayangkan tindakan Rizky yang dianggap tidak sensitif terhadap isu keberagaman. Beberapa pihak mendukung langkah hukum yang diambil, sementara sebagian lain menilai bahwa kebebasan berekspresi harus tetap dijaga. Namun perdebatan itu memperlihatkan bahwa isu SARA masih menjadi titik sensitif dalam masyarakat Indonesia. Reaksi keras netizen menunjukkan bahwa publik semakin peduli terhadap konten digital yang berpotensi memicu konflik horizontal. Tagar-tagar seperti #HukumAdil dan #BijakBerkonten mulai ramai digunakan di berbagai platform media sosial. Situasi ini menjadi refleksi akan pentingnya literasi digital dan kedewasaan dalam mengelola informasi, khususnya bagi kreator yang memiliki pengaruh besar di ranah daring.
Artikel ini bersumber dari regional.kompas.co dan untuk lebih lengkapnya kalian bisa baca di stfrancislucknow
Penulis : Sarah Azhari
Editor : Anisa