
ST Francis Luck Now – Reshuffle Kabinet jilid ketiga yang dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto pada 17 September 2025 memunculkan gelombang analisis politik dari berbagai kalangan. Langkah ini dinilai lebih sebagai upaya konsolidasi kekuatan politik ketimbang peningkatan kinerja pemerintahan. Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti, menilai bahwa keputusan Prabowo untuk mengganti sejumlah menteri dan pejabat tinggi lainnya tidak dilandasi oleh kebutuhan akan efisiensi atau perbaikan kinerja kabinet. Sebaliknya, reshuffle ini menjadi bukti konkret penguatan posisi Partai Gerindra di dalam lingkar kekuasaan Istana. Penempatan figur-figur baru yang mayoritas memiliki hubungan erat dengan Gerindra menunjukkan arah politik yang semakin terkonsentrasi. Di tengah panasnya suhu politik nasional, publik menyoroti reshuffle ini bukan hanya dari sudut pandang efektivitas, tetapi juga sebagai sinyal perubahan arah kekuasaan yang bisa berdampak jangka panjang bagi struktur pemerintahan.
Dalam reshuffle kabinet terbaru, banyak posisi strategis diberikan kepada individu yang berafiliasi langsung atau memiliki kedekatan politik dengan Partai Gerindra. Di antaranya adalah pengangkatan Djamari Chaniago sebagai Menko Polkam, yang diketahui memiliki rekam jejak panjang bersama Gerindra. Selain itu, Angga Raka Prabowo, politisi muda Gerindra, juga diangkat menjadi Kepala Badan Komunikasi Pemerintahan. Ray Rangkuti menyebutkan bahwa langkah ini bukanlah suatu kebetulan, melainkan bagian dari strategi jangka panjang yang disebutnya sebagai Gerindranisasi. Reshuffle kabinet ini seolah menjadi etalase politik baru di mana kekuatan partai penguasa semakin dipertegas. Bukan hanya itu, dominasi ini juga mencerminkan upaya Prabowo untuk menegaskan identitas politiknya sendiri setelah satu tahun menjabat sebagai presiden. Struktur pemerintahan terlihat mulai bergeser ke arah satu poros kekuasaan, yang didorong langsung oleh loyalis partai.
“Baca juga: Geger! Kepsek Prabumulih Dicopot Usai Tegur Anak Pejabat Bawa Mobil ke Sekolah!”
Selain Gerindranisasi, reshuffle kabinet jilid ketiga ini juga menimbulkan dugaan kuat mengenai proses dejokowisasi di lingkungan Istana. Beberapa tokoh yang sebelumnya dikenal dekat dengan Presiden Jokowi secara bertahap mulai tergantikan. Ray Rangkuti menyatakan bahwa pelantikan tokoh-tokoh baru ini menunjukkan pola penghilangan pengaruh politik Jokowi dalam lingkaran kekuasaan Prabowo. Jika tokoh seperti Raja Juli Antoni atau bahkan Kapolri Listyo Sigit Prabowo digeser dalam reshuffle selanjutnya, maka hal itu akan memperkuat asumsi bahwa hubungan politik Prabowo dan Jokowi sudah berada di ujung jalan. Meskipun Prabowo masih menjaga hubungan baik di permukaan, komposisi kabinet yang lebih didominasi oleh Gerindra dan minimnya figur loyalis Jokowi mengindikasikan adanya jarak yang makin lebar antara dua tokoh besar tersebut. Publik pun mulai mempertanyakan apakah strategi ini adalah bentuk dari pembentukan arah baru yang sepenuhnya mandiri.
“Simak juga: Korupsi Kuota Haji Khalid Basalamah? KPK Pastikan Uang Pengembalian Jadi Barang Bukti!”
Setelah reshuffle kabinet jilid ketiga, total ada 12 tokoh dari Partai Gerindra yang kini menduduki posisi strategis sebagai menteri maupun wakil menteri di Kabinet Merah Putih. Nama-nama seperti Prasetyo Hadi sebagai Mensesneg, Sugiono sebagai Menlu, hingga Supratman Andi Agtas sebagai Menhum menjadi bukti nyata pengaruh besar partai ini. Bahkan di posisi wamen, Gerindra menempatkan figur-figur seperti Rohmat Marzuki sebagai Wamenhut dan Ahmad Riza Patria sebagai Wamendes PDT. Ini belum termasuk posisi kepala badan setingkat kementerian yang juga dipimpin oleh kader Gerindra. Langkah ini menunjukkan bahwa pengaruh partai penguasa tidak hanya dominan secara politik, tetapi juga secara administratif. Banyak pihak menilai bahwa strategi ini merupakan bagian dari persiapan Gerindra untuk mengamankan posisi dalam kontestasi politik berikutnya, baik di legislatif maupun eksekutif. Konsolidasi ini berjalan sistematis dan memperlihatkan pola yang sangat jelas.
Isu politik balas budi juga turut mengemuka dalam analisis reshuffle kabinet Prabowo kali ini. Ray Rangkuti menyatakan bahwa meskipun unsur balas budi pasti ada, namun bobot utamanya justru terletak pada upaya penguatan posisi politik Gerindra di lingkungan Istana. Dalam reshuffle kali ini, para pendukung dan loyalis partai terlihat diberi ruang lebih besar dibandingkan dengan profesional non-partisan. Ini memperlihatkan bahwa dinamika reshuffle tidak sekadar pergantian kursi, tetapi juga penataan ulang kekuasaan internal. Bahkan tokoh-tokoh yang sebelumnya dikenal sebagai bagian dari lingkaran dalam Presiden Jokowi mulai tergantikan oleh wajah-wajah baru yang lebih dekat dengan Prabowo. Beberapa tokoh yang sebelumnya memiliki peran besar dalam kebijakan ekonomi dan sosial perlahan digeser. Keputusan ini mungkin dilakukan untuk memastikan kontrol lebih besar dan mempercepat harmonisasi kebijakan di bawah satu visi partai.
Artikel ini bersumber dari tribunnews.com dan untuk lebih lengkapnya kalian bisa baca di stfrancislucknow
Penulis : Sarah Azhari
Editor : Anisa